Kamis, 09 April 2009

PERSIAPAN ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK YANG PERTAMA DAN UTAMA

A. Definisi Keluarga

Keluarga memiliki beberapa definisi, antara lain:

1. Keluarga adalah kumpulan pribadi yang hidup di bawah satu atap. (dikutip dari buku “Keluargaku Surgaku” karya Dr. Abdul Ghani Abud)

2. Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta : kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu. (dikutip dari “Wikipedia”)

3. Keluarga adalah famili laki-laki dan perempuan berikut kerabatnya atau kebersamaan yang diikat dengan hubungan timbal-balik. (dikutip dari buku “Keluargaku Surgaku” karya Dr. Abdul Ghani Abud)

Dari beberapa definisi keluarga di atas, dapat kita simpulkan definisi keluarga secara garis besar adalah kumpulan pribadi yang memiliki hubungan darah yang tinggal didalam satu atap serta memiliki hubungan timbal-balik. Ditinjau secara khusus, dalam satu keluarga terdapat keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang memiliki tugas dan peranan masing-masing.

B. Peranan Orang Tua Dalam Keluarga

Dalam suatu keluarga, orang tua memiliki peranan penting, yaitu sebagai pendidik yang pertama dan utama.

- Dikatakan sebagai pendidik yang pertama karena anak mendapatkan pendidikan pertama kali dari orang tuanya sebelum mereka memasuki lingkungan-lingkungan pendidikan yang lain.maka orang tua memberikan dasar-dasar pendidikan pada anak untuk selanjutnnya dikembangkan dii sekolah dan masyarakat.

- Orang tua juga dikatakan sebagai pendidik yang utama karena terletak pada orang tualah, tanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Pendidik-pendidik yang lain (sekolah, lingkungan masyarakat) bukan merupakan pendidikan yang utama. Oleh karena itu pendidikan terhadap anak pertama-tama diberikan oleh orang tua dan sebagai penanggung jawab utama pendidikan anaknya. Dengan demikian, tidak salah apabila orang tua mendapat predikat sebagai pendidik pertama dan utama.

C. Persiapan Orang Tua Dalam Mendidik Anak

Dalam hal ini, ada tiga aspek yang perlu dipersiapkan untuk menjadi orang tua, yakni:

1. Mental

Dalam hal ini,mental mencakup kesiapan orang tua dalam menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam suatu keluarga. mental berhubungan erat dengan emosi. Oleh karena itu, kecerdasan emosi sangat diperlukan sebagai persiapan mendidik anak. Kecerdasan emosi yang dimaksud di sini adalah kemampuan untuk mendeteksi dan mengolah emosi diri orang tua itu sendiri serta anaknya.

2. Ilmu

Ilmu merupakan bekal penting yang diperlukan orang tua dalam mendidik anak. Tanpa adanya ilmu, proses pendidikan tidak akan berjalan maksimal, karena bagaimanapun lingkungan keluarga merupakan tahap pertama dalam pendidikan bagi anak terutama pendidikan moral. Sebagai orang tua, mereka harus mengetahui unsur-unsur yan membangun dalam proses pendidikan anaknya. Adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

a. Memahami sekaligus memilih sistem pendidikan anak.

Mendidik anak butuh keyakinan dan keyakinan tidak pernah tumbuh bila tidak memiliki pijakan yang jelas. Sedangkan agama salah satu fungsinya adalah sebagai pijakan hidup. Oleh sebab itu, sebagai orang beragama, dalam mendidik anak kita harus bersandar dengan sistem pendidikan yang sesuai dengan keyakinan kita. Jika tidak, maka baik kita sebagai orang tua maupun anak-anak kita akan mengalami kepribadian yang tidak utuh.

b. Memahami fase dan tugas perkembangan anak.

Hal ini sangat penting, sebab sangat erat dengan materi, metode, poa pendekatan dan semua proses dalam mendidik anak. Misalnya dalam mendidik anak balita, pola pendekatan audio dan metode bermain lebih efektif dibandingkan dengan pola pendekatan dan metode lainnya. Untuk anak berusia 10 tahun, kita menggunakan gaya belajar audio-visual-kinestik dan metode partnership. Sebagai orang tua kita seharusnya dapat memahami anak kita. Namun terkadang hal ini tidak kita lakukan dengan alasan sibuk bekerja. Sehingga hal ini dapat memutus ikatan batin antara anak dengan orang tua.

c. Menyadari kemampuan sebagai pendidik

setelah semua menyadari bahwa orang tua merupakan pendidik utama bagi anak-anak, maka selanjutnya kita harus menyadari kemampuan mereka dalam mendidik. Mereka harus bisa mengukur pengetahuan, ilmu, skill, dan waktu untuk mendidik anak. Bagi orang tua yang berpendidikan tinggi, tidak bekerja di luar rumah dan harta melimpah, mungkin untuk mendidik anaknya di rumah merupakan hal yang mudah. Sebaliknya, bagi orang tua yang tingkat pendidikannya menengah ke bawah, banting tulang mencari rizki, dan hidupnya “gali lubang tutup lubang” ini merupakan satu hal yang sulit. Sehingga dengan memahami kelebihan dan kekurangan kita sebagai orang tua, maka kita bisa merumuskan strategi dalam mendidik putra-putri kita.

d. Memilih wilayah atau tempat mendidik anak.

Hal ini masih berkaitan dengan point ketiga, tingkat kemampuan kita dalam mendidik anak akan menghadapkan kita pada pilihan-pilihan. Misalnya, bagi orang tua yang kurang menguasai ilmu keislaman sedangkan mereka sangat ingin anaknya memahami islam dengan benar, maka ada banyak pilihan, baik itu wilayah informal (mendatangkan guru ngaji ke rumah), formal (menyekolahkan ke madrasah atau ke pesantren), maupun non-formal (menyertakan anak pada kegiatan keislaman di masyarakat sesuai deengan kelompok umurnya).

e. Menghindari kesalahan memotifasi anak.

Membuat anak bersalah ketika ia tidak berbuat sesuai dengan keinginan orang tua dengan harapan anak termotifasi untuk berbuat lebih baik, justru akan membuat anak tidak percaya diri. Demikian juga jika kita membandingkan anak dengan orang lain yang dianggap lebih. Hal ini bkan membuat anak merasa minder dan tidak berharga. Dan ketika anak bertanya atau tidak mematuhi perintah orang tuanya, bukan berarti anak itu tidak patuh dengan orang tuanya. Bisa jadi anak itu ingin menemukan entitas dirinya yang tidak ia temukan bersama orang tuanya.

3. Materi

Untuk menunjang proses pendidikan anak, orang tua harus merencanakan dan menyiapkan dana pendidikan. Sering kali orang tua bercita-cita anaknya sekolah di sekolah terpadu atau kuliah di universitas berkualitas, namun kandas karena tidak punya biaya. Sebab, rata-rata sekolah dan universitas bermutu biayanya sangat mahal. Akhirnya terjadi dilema apakah memasukkann anak ke sekolah atau universitas murah tapi kurang bermutu, atau ke sekolah/universitas berkualitas namun sangat mahal? Sebenarnya, kondisi itu bisa dihindari, manakala orang tua benar-benar merencanakan sekolah/kuliah anak-anaknya. Karena, dalam merencanakan pendidikan anak, tidak sekedar mau kemana anak sekolah/kuliah, tapi juga memikirkan bagaimana biayanya. Disini, orang tua yang sudah merencanakan pendidikan anak-anaknya berbeda-beda. Ada yang menabung, ada yang menginvestasikan dan pendidikan dalam bentuk usaha, dan seterusnya.

Selain menyiapkan dana pendidikan, orang tua juga harus menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung keberhasilan proses pendidikan. Anak-anak yang belajar disertai dengan sarana dan prasarana lengkap dibandingkan yang tidak, hasilnya akan jauh berbeda. Jangan membayangkan sarana dan prasarana ini harus dibeli dan berupa sesuatu yang mewah. Yang penting orang tua kreatif dalam menciptakan dan memanfaatkan apa saja, agar kegiatan belajar mengajar efektif dan efisien.

Peran orang tua dalam membantu keberhasilan anak dengan pendidikan :

1. Sebagai mitra, sebaiknya orang tua menempatkan diri sebagai mitra tidak hanya bagi anak tetapi juga bagi para guru anak tersebut.

2. Sebagai pemberi saran untuk kemajuan proses belajar mengajar anak jika terdapat kekurangan dalam kurikulum dan pengajaran di sekolah.

3. Sebagai sumber informasi, orang tua dapat membantu guru dengan memberikan informasi sebanyak mungkin tentang anak agar guru dapat membantu anak dalam proses belajar.

4. Sebagai pendorong dalam proses kegiatan belajar mengajar maka sebaiknya orang tua memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada guru dan anak.

5. Sebagai negosiator terbuka untuk melakukan berbagai dialog dengan guru tentang berbagai hal.

6. Sebagai bagian dari tim yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar anak. Sehingga guru tidak hanya berperan sendirian.

D. Empat Kategori Orang Tua

Para peneliti sejauh ini telah berhasil mengidentifikasi empat kategori umum orang tua dalam memperlakukan anaknya.

1. Orang tua yang otoriter

Orang tua seperti ini sangat menekankan pada ketaatan mutlak sang anak dalam segala hal. Hukuman selalu diberikan setiap anak yang membangkang. Kebebasan berpendapat dan berekspresi menjadi sangatg tabu. Orang tua tipe iini akan menghasilkan anak yang tidak mmandiri, berpenghargaan diri rendah, serta berjiwa pemberontak.

2. Orang tua yang permisif

Orang tua tidak terlalu banyak mengeluarkan aturan pada anak. Disiplin sangat longgar. Orang tua seperti ini akan menghasilkan anak yang rendah kontrol dirinya serta kurang bisa memikul tanggung jawab.

3. Orang tua yang tidak mau peduli

Orang tua tidak mau ambil pusing alias cuek dengan apa yang dilakukan anak. Mereka tidak mau terlibat dalam kehidupan anak. Anak dibiarkan melakukan apa yang dia mau. Hasil yang didapat dari orang tua dengan tipe ini adalah anak cenderung mendapat kesulitan dalam pengembangan dirinya.

4. Orang tua yang demokratis

Oraang tua memberi petunjuk dan bimbingan yang dibutuhkan oleh anak. Mereka mendorong anak agar mandiri serta melakukan komunikasi dengan baik. Orang tua juga memberi anak kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi serta memberi pengarahan. Hasil yang didapat, anak cenderung bertanggung jawab, mandiri, memiliki penghargaan diri yang tinggi serta kontrol diri yang baik.

E. Berkomunikasi Dengan Anak

Hal-hal yang perlu orang tua perhatikan ketika berkomunikasi dengan anak antara lain sebagai berikut:

1. Sama dan sebangun

Kata-kata yang orang tua ucapkan, gerak tubuh maupun ekspresi harus sama dan sebangun. Bila ketiga hal tadi saling bertentangan, anak akan merasa bingung dan merasa dirinya tidak nyaman.

2. Ungkapkan perasaan yang sesungguhnya

Orang tua harus mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya, jangan ditutup-tutupi. Karena anak menginginkan orang tua jujur dengan perasaannya. Jadi seandainya orang tua marah kepada anak, maka orang tua harus mengungkapkan perasaan marah itu daripada mengucap kata-kata yang manis padahal orang tua sedang menyembunyikan sesuatu.

3. Katakan tidak

Anak selalu mengetahui sesuatu yang salah. Ketika anda mengatakan semuanya baik-baik saja, namun sebenarnya tidak demikian adanya. Anak mampu mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya terlepas apa yang anda katakan padanya.

4. Jelaskan masalah

Ketika suatu peristiwa serius terjadi di dalam keluarga, lebih baik jelaskan pula pada anak. Jangan biarkan anak menduga-duga dialah yang menjadi sumber penyebab masalah itu.

F. Macam-macam Pendidikan yang perlu ditekankan sejak awal

1. Pendidikan keagamaan

Ini adalah hal yang utama dan perlu ditekankan pada seorang anak. Seorang anak perlu tahu siapa Tuhannya, cara beribadah, dan bagaimana memohon berkat dan mengucap syukur. Adapun cara yang bisa dilakukan adalah dengan menunjukkan buku, gambar, dan cerita-cerita yang bisa menginspirasi anak yang berhubungan dengan keagamaan.

2. Kualitas input yang diterima

Seorang anak pada usia di bawah 10 tahun belum memiliki pondasi yang kuat vdalam prinsip hidup, cara berpikir, dan tingkah laku. Artinya, semua hal yang dilihat, didengar dan dirasakan olehnya selama masa pertumbuhan akan diserap semuanya oleh pikiran dan dijadikan dasar atau prinsip dalam hidupnya. Tugas orang tua adalah memilih dan menentukan input-input mana saja yang perlu dimasukkan dan mana yang perlu dihindarkan.

3. Anak adalah peniru yang baik

Anak memerukan figyr seorang tokoh yang dikagumi yang akan ditiru di dalam tindakannya sehari-hari. Pilihan utamanya biasanya akan jatuh pada orang tua. Seorang anak akan percaya pada apa yang dilihat dari orang tuanya daripada apa yang dikatakan oleh orang tuanya.

4. Tiga perilaku dasar dalam berkomunikasi

Sejak kecil, seorang anak perlu dididik tiga perilaku dasar dalam komunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Yang pertama adalah harus belajar mengucapkan “terima kasih” kepada siapa saja yang sudah memberikan sesuatu kepadanya. Yang kedua adalah mengucapkan kata “tolong” apabila meminta bantuan kepada orang disekitarnya. Yang ketiga adalah belajar mengucapkan kata “maaf” apabila memang bersalah. Jika anak terbiasa mengucapkannya sejak kecil, perilakunya akan lebih menghargai orang lain. Karakter, kepribadian, dan kualitas seorang anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan input yang diterima dari orang tua. Apabila orang tua kurang memberikan bimbingannya secara maksimal, maka peran ini akan diambil alih oleh lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar